Saat berjalan menyusuri lorong waktu kesendirian dan jelajahi ganasnya rimba kehidupan, kuciptakan dinding antara hidupku dan kenyataan. Bukan ku menyerah saat ku menjadi lemah dengan semua hantaman dan cobaan namun ku butuh waktu membangun lagi pondasi yang runtuh.
Sebenarnya letih aku memikul keyakinan kembali ke jalan kehidupan. Andai tak kuperlukan tuk masa depan kan kutinggalkan semuanya di masa silam. Kusadari bahwa hidupku masih panjang ketika akhirnya kuhancurkan dinding pembatas harapan dan kenyataan. Sekali lagi kutatap kerasnya realita.
Di kesendirian aku berjalan ketika akhirnya ku melihatmu berdiri di depanku. Tak ada sedikitpun tawaran selain suatu kehangatan kasih yang lama tak kudapatkan. Aku bahkan tak mengiba saat kau berikan semuanya dengan cuma-cuma seolah kau pun rindu akan hangat kasih seorang pria.
Kau mungkin bukan terbaik yang ada di dunia saat kumengerti bahwa tak satupun manusia yang sempurna. Seiring berlalunya waktu akhirnya kutemukan semua kekuranganmu untukku namun terus saja kuabaikan itu. Waktu demi waktu terus kau berikan padaku kasih sayang tulus, pengertian atas semua baik burukku, kesetiaan dan kepercayaan tanpa batas, hingga aku tak merasa terusik untuk mempertanyakan kekuranganmu dalam benakku. Hingga saat kau pergi dengan cepat dan seolah tak berbekas dari kehidupanku, aku tak sempat bersedih kehilanganmu. Aku takjub…takjub dengan semua realita bahwa memang kau tak mungkin sesempurna itu. Inilah ketaksempurnaanmu sebagaimana lumrahnya setiap manusia miliki kekurangan. Ketika tak lagi mencintai, kau menjadi sangat tak peduli hingga bahkan kau pun lupa sederet angka yang dulu biasa kau hubungi.
Mungkin aku pernah salah menilaimu…mungkin kini aku salah menilaimu…mungkin aku terus salah menilaimu. Saat hanya diam yang kutemukan dalam setiap pencarian…hanya sebatas ini kudapat mengartikan semuanya. Aku hanya manusia yang tak sempurna meski aku tak pernah berlindung dari ketidaksempurnaan ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar